''


~Penting-nya Kebersamaan~

Manusia adl makhluk sosial yg tdk bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dlm kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yg kuat ada yg lemah ada yg kaya ada yg miskin dan seterusnya. Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan manusia dgn keahlian dan kepandaian yg berbeda-beda pula. Semua itu adl dlm rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat. Orang kaya tdk dapat hidup tanpa orang miskin yg menjadi pembantu pegawai sopir dan seterusnya. Demikian pula orang miskin tdk dapat hidup tanpa orang kaya yg mempekerjakan dan mengupahnya. Demikianlah seterusnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Apakah mereka yg membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dlm kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yg lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yg lain. Dan rahmat Rabbmu lbh baik dari apa yg mereka kumpulkan.”
Kehidupan bermasyarakat sendiri tdk akan terwujud dgn sempurna kecuali dgn ada seorang pemimpin dan kebersamaan. Oleh krn itulah Islam begitu menekankan agar kaum muslimin bersatu dlm jamaah di bawah satu penguasa. Seorang mukmin dgn mukmin lain seperti sebuah bangunan sebagian menopang sebagian yg lain.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami. Di antara beliau berkata:
..عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ، وَهُوَ مِنَ اْلاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ، مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ، مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَذَلِكَ الْمُؤْمِنُ
“Wajib atas kalian utk bersama dgn al-jamaah dan berhati-hatilah kalian dari perpecahan. Sesungguh setan bersama orang yg sendirian sedangkan dari orang yg berdua dia lbh jauh. Barangsiapa yg menginginkan tengah-tengah surga mk hendaklah dia bersama jamaah. Barangsiapa yg kebaikan-kebaikan menggembirakan dia dan kejelekan-kejelekan menyusahkan dia mk dia adl seorang mukmin.”
Sungguh indah kebersamaan dlm jamaah dan sungguh ni’mat hidup dlm keteraturan di bawah satu penguasa. Sebagaimana dikatakan: Al-Jama’atu rahmah wal furqatu ‘adzab . Oleh krn itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang perpecahan dlm beberapa ayatnya. Di antara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
.. وَلاَ تَكُوْنُوا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
“Dan janganlah kamu termasuk orang2 yg mempersekutukan Allah yaitu orang2 yg memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dgn apa yg ada pada golongan mereka.”
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai.”
Di antara tafsir “tali Allah” selain Islam Al-Qur`an dan As-Sunnah adl jamaah kaum muslimin dan penguasanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Wahai manusia wajib atas kalian utk taat dan tetap bersama jamaah krn itulah tali Allah yg sangat kuat. Ketahuilah! Apa yg tdk kalian sukai bersama jamaah lbh baik daripada apa yg kalian sukai bersama perpecahan.”
Tidak ada pertentangan antara tafsir tersebut dgn tafsir yg lainnya. Karena ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin agar berpegang dgn ajaran Islam dgn dasar Al-Qur`an dan As-Sunnah serta tetap bersama jamaah kaum muslimin dan penguasa agar tdk berpecah belah. Jika keluar dari salah satu mk akan terjatuh dlm perpecahan. Sehingga semua sama-sama merupakan tali Allah yg sangat kuat yg mengikat mereka dlm kebersamaan.
Nikmat kebersamaan dlm satu jamaah dgn satu kepemimpinan telah dirasakan sejak zaman para shahabat dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpinnya. mk ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat para sahabat segera membicarakan siapa khalifah yg akan menjadi pemimpin sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan krn mereka adl para politikus yg berambisi menjadi penguasa –seperti yg dikatakan oleh kaum Syi’ah– tetapi krn mereka faham betul betapa penting keberadaan seorang pemimpin dlm kebersamaan.
Tentu kepemimpinan tanpa ketaatan adl sesuatu yg sia-sia. Oleh krn itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan utk menaati seorang yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan sebagai penguasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang2 yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan pemerintah/penguasa di kalangan kalian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan utk menaati penguasa. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
”Wajib atas tiap orang muslim utk mendengar dan taat kepada penguasa dlm apa yg dia sukai dan yg tdk dia sukai kecuali jika dia diperintah utk bermaksiat. Jika dia diperintah utk bermaksiat mk tdk wajib bagi utk mendengar dan taat.”
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata:
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ، مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yg keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah kemudian dia mati mk mati mati jahiliah.”
Dalam hadits ini orang yg tdk taat dan memisahkan diri dari jamaah dikatakan jahiliah. Demikian pula dlm ayat di atas orang yg berpecah belah dikatakan seperti musyrikin. Hal ini krn orang tersebut seperti keadaan musyrikin di zaman jahiliah yaitu masyarakat liar yg hidup tanpa keteraturan dan kepemimpinan1.
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk menaati penguasa di atas adl dlm rangka menjaga kebersamaan dlm jamaah dan tdk bercerai berai. Oleh krn itu perintah tersebut tdk gugur dgn kezhaliman penguasa tersebut atau kekurangan-kekurangan dlm hal fisiknya. Karena hikmah dlm kebersamaan lbh besar daripada kezhaliman penguasa tersebut. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan utk menaati walaupun penguasa itu bekas budak hitam yg cacat.
Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
إِنَّ خَلِيْلِيْ أَوْصَانِي أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيْعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا مُجَدَّعَ اْلأَطْرَافِ
“Kekasihku telah mewasiatkan kepadaku agar aku mendengar dan taat walaupun yg berkuasa adl bekas budak yg terpotong hidung .”
Kalimat mujadda’ bermakna terpotong anggota badan atau cacat seperti terpotong telinga hidung atau tangan dan kakinya. Namun seringkali kalimat mujadda’ dipakai dgn maksud terpotong hidungnya. Sedangkan mujadda’ul athraf Ibnu Atsir rahimahullahu berkata dlm An-Nihayah: “Makna adl terpotong-potong anggota badan di-tasydid-kan huruf dal- utk menunjukkan banyak.”
Demikian pula riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yg memerintahkan kita utk taat pada penguasa walaupun seorang bekas budak hitam yg kepala seperti kismis. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيْبَةٌ
“Dengar dan taatilah walaupun yg dipilih sebagai penguasa kalian adl budak dari Habasyah yg kepala seperti kismis .”
Bahkan perintah ini tdk gugur walaupun penguasa tersebut zhalim merampas harta rakyat dan menindas selama dia masih muslim. Dikisahkan oleh ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu:
قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، لاَ نَسْأَلُكَ عَنْ طَاعَةِ التَّقِيِّ وَلَكِنْ مَنْ فَعَلَ وَفَعَلَ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقُوْا اللهَ وَاسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا
Kami katakan: “Wahai Rasulullah kami tdk berta tentang ketaatan kepada orang yg bertakwa tetapi penguasa yg berbuat begini dan begitu –dia menyebutkan kejelekan-kejelekan–?” mk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan dengarlah dan taatlah kalian kepadanya!”
Lebih dahsyat lagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggambarkan akan muncul seorang penguasa yg hati seperti hati setan dlm tubuh manusia. Disebutkan dlm hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيْهِ، فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ.قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ؟ قال: نعم. قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: يَكُوْنُوْا بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِيْ، سَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ!
Aku mengatakan: “Ya Rasulullah sesungguh kami dahulu dlm keadaan jelek kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini dan kami berada di dalamnya. mk apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau berkata: “Ya.” Aku berkata: “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau berkata: “Ya.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau berkata: “Ya.” Aku berkata: “Bagaimana itu?” Beliau berkata: “Akan ada setelahku penguasa-penguasa yg tdk mengikuti petunjukku dan tdk bersunnah dgn sunnahku. Akan muncul di tengah mereka para lelaki yg hati-hati mereka adl hati-hati setan dlm tubuh-tubuh manusia.” Aku berkata: “Apa yg mesti saya perbuat jika mengalami keadaan itu?” Beliau berkata: “Dengar dan taatlah pada penguasa walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas! Dengarlah dan taatilah.”
Perhatikanlah! Hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas bukan membela para penguasa yg jahat dan zhalim. Tetapi menunjukkan betapa penting kebersamaan di bawah kepemimpinan seorang penguasa. Bisa dibayangkan betapa jelek seorang yg meruntuhkan atau merusak kebersamaan ini dgn sikap menentang penguasa muslim memberontak dan memeranginya.
Memang kebanyakan orang yg merusak kebersamaan ini berniat baik yaitu mengingkari kemungkaran. Tetapi kenyataan mereka mengganti kemungkaran dgn kemungkaran yg lbh besar. Mereka mengganti kezhaliman penguasa dgn perang saudara sesama muslim. Atau mengganti keteraturan dan kepemimpinan dgn kekacauan dan pertumpahan darah. Apakah ini sebuah hikmah? Ataukah ini suatu kebodohan yg nyata?!
Diriwayatkan oleh Al-Ajurri rahimahullahu dlm kitab Asy-Syari’ah dgn sanad bahwa ketika disampaikan kepada Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu tentang Khawarij yg telah muncul di Khuraibiyyah beliau berkata: “Kasihan mereka. Mereka melihat kemungkaran kemudian mengingkari ternyata mereka terjerumus dlm kemungkaran yg lbh besar.”
Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar